Dikukuhkan Menjadi Guru Besar, Prof Andrie Elia Sampaikan Orasi Ilmiah Sosiologi Ekonomi dalam Isu Globalisasi dan Demokrasi

 Dikukuhkan Menjadi Guru Besar, Prof Andrie Elia Sampaikan Orasi Ilmiah Sosiologi Ekonomi dalam Isu Globalisasi dan Demokrasi

FOTO: Prof. Dr. Andrie Elia, SE., M.Si saat memaparkan orasi ilmiah ilmiahnya tentang ‘Sosiologi Ekonomi dalam Isu Globalisasi dan Demokrasi’ pada acara pengukuhan Guru Besar bidang Sosiologi FISIP UPR, Kamis (12/10/2023) pagi, di Aula Rahan, Lantai 2 Gedung Rektorat UPR, Jalan Hendrik Timang, Kota Palangka Raya.

Dari berbagai uraian yang sudah dipaparkan di atas, Ia pun menyimpulkan ternyata globalisasi malah cenderung menciptakan kegagalan untuk mencapai sebuah kemakmuran. Adanya kemiskinan serta kesenjangan dalam pendapatan akan mengurangi kesetaraan politik serta otonomi setiap warga negara. 

“Dengan demikian globalisasi neo-liberal telah membuat demokrasi berada dalam kondisi krisis. Namun demikian tidak bisa dipungkiri bahwa globalisasi juga mempunyai kontribusi dalam perkembangan demokrasi, setidaknya hal ini terlihat dari adanya kontribusi globalisasi dalam informasi yang telah mendorong penyebaran ide-ide tentang demokrasi,” ungkapnya.

Selain itu, ujar Prof. Andrie Elia, adanya rezim otoritarianisme dalam sebuah pemerintahan yang cenderung menindas, juga mendapatkan tekanan dari dunia internasional melalui globalisasi informasi.

“Bersamaan dengan hal itu, kekuatan-kekuatan non pemerintah kini mulai gencar dalam mengkampanyekan demokrasi melalui berbagai event mulai dari seminar dan konferensi antar negara demokrasi sebagai inspirasi bagi gerakan demokrasi di negara otoriter,” ungkapnya lagi.

Sementara itu ada hal lain yang dibutuhkan oleh negara demokrasi. “Menurut Giddens dikatakan bahwa mengarahkan negara demokrasi memerlukan pendalaman demokrasi atau istilah lain adalah demokratisasi atas demokrasi,” urainya.

Prof. Andrie Elia mengungkapkan pendalaman demokrasi ini menurut Giddens diperlukan karena mekanisme lama pemerintahan tidak berjalan dalam sebuah masyarakat di mana warga negaranya hidup dalam informasi yang sama dengan yang berkuasa. Oleh karena itulah pemerintahan negara perlu didemokratisasikan agar peran rakyat menjadi lebih optimal.

Demokratisasi atas demokrasi ini akan mengambil bentuk yang berbeda-beda dalam berbagai negara, tergantung pada latar belakang politik masing-masing negara. Demokratisasi demokrasi seringkali mengimplikasikan reformasikonstitusional dan pengembangan transparansi dalam urusan politik. Selain itu, perlu adanya eksperimen dengan prosedur demokrasi alternatif, khususnya jika prosedur semacam ini dapat membuat keputusan politik yang dekat dengan kepentingan warga sehari-hari. Dengan demikian, maka keputusan politik tersebut dapat diterima oleh mayoritas rakyat, karena didasarkan pada demokrasi yang merupakan pilar dalam penyelenggaraan negara.

“Menurut Giddens, perlu dipahami bahwa tidak hanya ada dua sektor dalam masyarakat, yaitu negara dan pasar, atau wilayah publik dan wilayah perorangan, namun, di antara keduanya terdapat pula masyarakat sipil, termasuk keluarga dan lembaga non-ekonomi lainnya,” urainya lagi.

Oleh karena itu, penting kiranya dikemukakan suatu gagasan baru yang dapat digunakan untuk menjelaskan transformasi sosial politik yang tengah berlangsung, terutama kaitannya dengan kedaulatan negara demokrasi modern. Pengambilan keputusan terkait masalah ekonomi harus dilakukan secara demokratis dengan melibatkan rakyat, atau dalam bahasa lain disebut melibatkan peran serta masyarakat.

Demokrasi kosmopolitan merupakan pemahaman baru tentang demokrasi sambil memperhitungkan interlocking proses-proses politik dan ekonomi pada level lokal, nasional, dan global. Redefinisi demokrasi yang sifatnya lintas batas negara itu bertujuan agar isu-isu yang dewasa ini berada di luar jangkauan nation state, seperti aliran kapital global, beban utang negara- negara berkembang, krisis ekologi, dan masalah keamanan internasional dapat ditundukkan pada kontrol demokrasi demi kepentingan kemanusiaan yang lebih universal.

FOTO: Prof. Dr. Andrie Elia, SE., M.Si saat didampingi keluarga pada acara pengukuhan Guru Besar bidang Sosiologi FISIP UPR, Kamis (12/10/2023) pagi, di Aula Rahan, Lantai 2 Gedung Rektorat UPR, Jalan Hendrik Timang, Kota Palangka Raya.

Selanjutnya, menurut dia, supaya model demokrasi kosmopolitan dapat dilaksanakan, maka terdapat beberapa proses yang harus berlangsung. Pertama, model demokrasi kosmopolitan akan mencari kubu hukum yang demokratis guna memberikan bentuk dan batas-batas bagi pembuatan keputusan politik. Hukum demokratis kosmopolitan ini dipahami sebagai suatu wilayah hukum dalam jenis yang berbeda dari hukum yang dibuat antara satu negara dan negara lain, yaitu hukum internasional.

“Held mengambil konsep hukum kosmopolitan ini dari Immanuel Kant yang menyatakan bahwa hukum kosmo- politan adalah suatu cara memahami hukum yang tidak fantastis dan tidak pula utopis, akan tetapi merupakan suatu ‘pelengkap yang perlu’ bagi aturan tidak tertulis hukum nasional dan internasional yang ada, dan suatu sarana untuk mentransformasikan hukum internasional menjadi hukum kemanusiaan publik,” beber dia.

Hal ini karena tempat-tempat kekuasaan bisa saja terdapat di lingkungan nasional, transnasional dan internasional, yang mana kekuasaan tersebut menjadi ancaman potensial terhadap demokrasi karena kemampuannya dalam membatasi otonomi. Oleh karena itu, hukum publik demokratis dalam suatu komunitas politik memerlukan hukum demokratis dalam lingkungan internasional.

“Menurut Held, hukum publik demokratis ini perlu ditunjang oleh struktur hukum internasional yang ia sebut sebagai hukum demokratis kosmopolitan. Untuk itu, hukum demokratis kosmopolitan perlu dimasukkan ke dalam konstitusi- konstitusi parlemen dan majelis-majelis perwakilan rakyat, baik pada tingkat nasional maupun internasional. Di samping itu perlu ditonjolkan pengaruh pengadilan internasional secara luas agar kelompok dan individu mempunyai sarana yang efektif untuk menuntut otoritas politik bagi penetapan dan pelaksanaan hak-hak dan kewajiban-kewajiban pokok rakyat, baik di dalam maupun di luar perhimpunan politik,” bebernya lagi.

Kemudian, Kedua, searah dengan perkembangan tersebut, model demokrasi kosmopolitan akan mengusahakan terciptanya lembaga-lembaga legislatif dan eksekutif transnasional yang efektif pada tingkat regional dan global, yang terikat oleh syarat- syarat hukum demokratis pokok.

Munculnya kerjasama parlemen antar negara juga merupakan tanda dari kinerja demokrasi kosmopolitan internasional. Demikian pula adanya parlemen regional, seperti Parlemen Eropa, yang merupakan gabungan atau kerjasama beberapa negara di Eropa, dapat dimaknai sebagai perkembangan model demokrasi kosmopolitan global.

“Tujuannya adalah untuk mengefektifkan pengawasan dan kinerja dalam pengambilan keputusan yang berdampak pada dimensi global dan internasional,” demikian tutup Prof. Dr. Andrie Elia, SE., M.Si dalam orasi ilmiahnya. (YS)

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!