Berselimut Mistis, Hutan Bukit Raya Dikenal Sakral

 Berselimut Mistis, Hutan Bukit Raya Dikenal Sakral

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

Hal itu menandakan, bahwa harimau gaib penunggu Bukit Raya sedang marah. Auman ganas yang disertai bergetarnya perbukitan itu, katanya, sekaligus sinyal kepada pendaki agar mematuhi segala aturannya.

“Intinya selalu menjaga sopan santu baik ketika mendaki maupun sepulang dari Bukit Raya. Karena di sana memang tempat yang sangat sakral,” pesannya.

Berdasarkan riwayat pengalamannya mengikuti sejumlah ekspedisi ke Bukit Raya, cukup banyak pendaki lokal maupun nasional yang jatuh bertumbangan, lantaran melanggar pantangan yang sudah diamanatkan tersebut. Kegagalan menuntaskan misi pendakian itu diawali kejadian-kejadian di luar nalar, seperti disusupi mimpi buruk yang sangat menakutkan, pohon tumbang menutupi jalur. Bahkan menderita penyakit aneh secara tiba-tiba, seperti terserang kolera.

“Kalau melanggar pantangan pasti tidak akan sampai. Semisal bermimpi ada orang yang marah sama dia, atau diterkam binatang buas, dan sebagainya. Kalau sudah seperti itu, mending jangan dilanjutkan pendakiannya. Karena sebagai peringatan tanda bahaya bagi keselamatannya,” tegas Yusup.

Fakta itu coba digambarkan melalui ekspedisi Bukit Raya pada tahun 2015 lalu. Dimana, dari 200 lebih peserta yang tergabung dari unsur Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Katingan, insan pers, masyarakat umum, dan kalangan pecinta alam dari penjuru negeri itu, sebagian besar diantaranya gagal melanjutkan misi. Padahal, sebutnya, mereka merupakan orang-orang yang sebelumnya sukses menuntaskan pendakian enam puncak tertinggi di Indonesia. Jika ditelusur lebih jauh, ketinggian puncak Bukit Raya sebenarnya tidak lebih ekstrim ketimbang puncak Gunung Kerinci di Sumatera Barat, bahkan ketinggian puncak Cartensz Pyramid di Gunung Jaya Wijaya Papua sekalipun.

Sebab itu, setiap pendaki seyogianya mulai memahami kembali pribahasa ‘Dimana kaki berpijak, di situ langit dijunjung’. Sehingga, tidak menyamakan kondisi alam atau pantangan di daerah dengan kepercayaan yang masih hidup di Bukit Raya.

“Karena banyak orang dari luar daerah, mungkin mereka melanggar larangan itu tadi, seperti tidak percaya atau meremehkan kepercayaan adat kita. Percaya tidak percaya, ya setidaknya harus dihormati,” imbau dia.

Dirinya kembali mencontohkan, beberapa waktu lalu tim ekspedisi yang beranggotakan tujuh orang petinggi PT Indosat Ooredoo (dulunya PT Indosat Tbk) sukses menyelesaikan misi pendakian Bukit Raya dalam kurun tujuh hari pergi pulang. Menurutnya, tidak ada satupun diantara mereka yang mengalami gangguan maupun diberatkan langkah kakinya selama pendakian. Hal itu, lantaran rombongan menjalankan tata cara pendakian sesuai arahan tokoh adat setempat.

“Itu artinya mereka menghargai adat istiadat kita di sini. Datang dan pulang dengan sopan santun, mengikuti ritual adat baik saat awal pendakian maupun saat pulang,” bebernya.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!