Mengukur Kesejahteraan Petani dengan Data

 Mengukur Kesejahteraan Petani dengan Data

Bambang M. Permadi*

Oleh : Bambang M. Permadi*

INDONESIA adalah negeri agraris yang sebagian besar masyarakatnya berusaha pada  sektor  pertanian. Modernisasi dan berkembangnya aktifitas perekonomian  global tak sepenuhnya dapat menggeser pola usaha pertanian. Di Kalimantan Tengah Pada Triwulan I  2021  sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan bahkan mampu memberikan konstribusi sebesar 22,77 persen dari total Produk Domestik Regional Bruto(PDRB). Pada Triwulan I  2021  PDRB Kalimantan Tengah Atas Dasar Harga Berlaku(ADHB) menurut Lapangan Usaha sebesar Rp.39.197,02 miliar.

Usaha sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan yang selalu menjadi pendukung dominan pada struktur perekonomian  proses bisnisnya melibatkan banyak tenaga kerja di perdesaan. Ukuran kesejahteraan petani sangat ditentukan oleh hasil produksi dan komponen barang dan jasa yang dikeluarkan petani selama proses produksi. Meningkatnya harga kebutuhan konsumsi dan kelancaran rantai pasok bahan pendukung aktifitas produksi membuat kondisi usaha sektor pertanian menjadi sangat dinamis. Meski demikian, tidak dapat dipungkiri  bahwa pertanian merupakan sektor yang cukup tangguh dan tetap dapat memberikan kontribusi  ditengah pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia.

Kepala BPS, Suharyanto, dalam sebuah kesempatan mengatakan, selama pandemi, ekonomi Indonesia terpuruk. Tapi tidak dengan sektor pertanian. Performa pertanian sangat mengembirakan. Karena itu perlu menjaga harga beli panen dan membuat kebijakan pengendali inflasi untuk menggenjot kesejahteraan petani.

Badan Pusat Statistik (BPS) selama ini melakukan Survei Harga Perdesaan untuk memotret perubahan harga produksi hasil pertanian dan nilai tukarnya terhadap tingkat harga kebutuhan barang dan jasa. Komoditas hasil pertanian meliputi Subsektor Tanaman Pangan, Tanaman Hortikultura, Tanaman Perkebunan Rakyat, Peternakan dan Perikanan.

 Pengukuran nilai tukar dilakukan melalui dua pendekatan, yakni Nilai Tukar Petani (NTP) dan Nilai Tukar Usaha Rumah tangga Pertanian (NTUP). NTP merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk mengetahui laju pertumbuhan harga produk pertanian dibandingkan dengan laju harga barang/jasa yang dikonsumsi maupun biaya proses produksi pada suatu periode tertentu. NTP merupakan rasio antara indeks harga yang diterima petani (It) dengan indeks harga yang dibayar petani (Ib), yang dinyatakan dalam persentase.

 Selain menggunakan instrumen NTP, indikator lain yang juga dapat menjadi proksi adalah Nilai Tukar Usaha Rumah tangga Pertanian (NTUP). NTUP menghitung indeks harga sebagaimana pada NTP, namun tidak memperhitungkan pengeluaran untuk konsumsi rumah tangga. Sehingga, NTUP mencerminkan perbandingan nilai tukar produk hasil pertanian terhadap biaya produksinya.

Metode penghitungan NTP dan NTUP menggunakan pendekatan tahun  dasar 2018 (2018=100). Pemilihan tahun dasar dilatarbelakangi oleh adanya asumsi kondisi perekonomian yang dianggap ideal dalam hal stabilitas ekonomi pada tahun tersebut (penggunaan teknologi usaha, produksi maupun konsumsi). Sedangkan dalam penyusunan angka indeks, didasarkan pada perubahan tingkat harga komoditas yang dipantau setiap bulan oleh BPS.

Secara umum, penghitungan NTP menghasilkan tiga kemungkinan yaitu, NTP<100 menunjukkan harga komoditas yang dibayar oleh petani meningkat lebih cepat daripada harga yang dijual petani. NTP =100, harga komoditas yang dijual oleh petani mengalami perubahan di level yang sama dengan harga yang dibayar oleh petani. Kemudian, N >100  menunjukkan harga komoditas yang dijual oleh petani meningkat lebih cepat daripada harga yang dibayar oleh petani.

Mengukur Daya Tukar Produk

Metode penghitungan NTP dan NTUP menggambarkan pendekatan yang cukup riil untuk mengukur kondisi usaha petani. Secara garis besar dapat disimpulkan kegunaan Indeks harga yang dibayar petani (Ib), berguna untuk melihat fluktuasi harga barang dan jasa baik yang dikonsumsi oleh rumah tangga petani (termasuk peternak dan nelayan) maupun kebutuhan selama proses produksi.

Kemudian NTP mempunyai kegunaan untuk mengukur kemampuan atau daya tukar produk yang dijual petani terhadap barang/jasa yang dibutuhkan petani, baik untuk konsumsi rumah tangga maupun proses produksi dan NTUP berguna untuk mengukur kemampuan atau daya tukar produk yang dijual petani dengan barang/jasa yang dibutuhkan untuk proses produksi.

Di Kalimantan Tengah sektor pertanian yang dicakup dalam perhitungan NTP meliputi Subsektor Tanaman Pangan, Hortikultura, Tanaman Perkebunan Rakyat, Peternakan, dan Perikanan. Subsektor perikanan dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Wilayah kabupaten yang tercakup dalam penghitungan NTP dan NTUP di Kalimantan Tengah meliputi 13 kabupaten, yaitu Kotawaringin Barat, Kotawaringin Timur, Kapuas, Barito Selatan, Barito Utara, Sukamara, Lamandau, Seruyan, Katingan, Pulang Pisau, Gunung Mas, Barito Timur, dan Murung Raya. Pengumpulan data harga dilakukan dengan wawancara langsung ke responden sesuai dengan  subsektor dan karakteristik variabelnya.

NTP Gabungan Meningkat

Selama Mei 2021, nilai tukar petani (NTP) gabungan dari lima subsektor pertanian di Kalimantan Tengah mencapai 114,45, atau lebih rendah 2,39 poin dibandingkan nilai tukar usaha rumah tangga pertanian (NTUP) di periode yang sama yang sebesar 116,84. Selisih antara NTP dan NTUP, mencerminkan tingkat reduksi terhadap nilai tukar, sebagai dampak dari naiknya tingkat harga kebutuhan konsumsi rumah tangga petani produsen, termasuk peternak dan nelayan.

Dibanding April 2021, terjadi peningkatan NTP sebesar 1,22 persen. Peningkatan ini akibat kenaikan indeks harga yang diterima petani (2,01 persen) lebih besar dibandingkan peningkatan indeks harga yang dibayar petani (0,77 persen). Meningkatnya NTP secara keseluruhan juga dipengaruhi oleh meningkatnya nilai tukar pada subsektor tanaman perkebunan rakyat (2,02 persen), peternakan (1,62 persen) dan perikanan (0,12 persen). Sedangkan subsektor lainnya mengalami penurunan nilai tukar, yaitu subsektor tanaman pangan (0,57 persen) dan subsektor hortikultura (0,57 persen).

Selama Mei 2021, indeks harga yang diterima petani maupun indeks harga yang dibayar petani mengalami peningkatan. Indeks harga yang diterima petani mencapai 124,53, lebih tinggi dibandingkan indeks harga yang dibayar petani yang sebesar 108,80. Selama Mei 2021, indeks harga yang diterima petani mengalami peningkatan lebih besar (2,01 persen) dibanding indeks harga yang dibayar petani (0,77 persen).

Peningkatan indeks harga yang diterima petani dipengaruhi oleh kenaikan indeks harga yang diterima pada semua subsektor, yakni tanaman perkebunan rakyat (2,84 persen), peternakan (2,24 persen), perikanan (0,63 persen), hortikultura (0,34 persen), dan tanaman pangan (0,26 persen). Peningkatan indeks harga yang dibayar petani juga terjadi di semua subsektor, yakni hortikultura (0,91 persen), tanaman pangan (0,84 persen), tanaman perkebunan rakyat (0,79 persen), peternakan (0,60 persen) dan perikanan (0,50 persen).

Pergerakan  NTP dan NTUP  cenderung dinamis. Dalam beberapa periode  NTP dapat lebih rendah dari NTUP. Faktor yang mempengaruhi salah satunya adalah fluktuatifnya harga kebutuhan rumah tangga untuk konsumsi yang dibeli petani. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan langkah konkrit dari pengambil kebijakan agar kesejahteraan petani dapat semakin meningkat. Pengawasan lapangan dan pengendalian harga di perdesaan menjadi agenda yang perlu dipertimbangkan, sehingga harga kebutuhan pokok yang dibeli petani dapat mencapai nilai ideal sesuai potensi nilai produksi usahanya.** (Fungsional Statistisi BPS Kalteng)

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!