Ketika Ayam Ras Menyumbang Inflasi

Penulis : Bambang M. Permadi (Fungsional Statistisi BPS Kalimantan Tengah)
Harga daging ayam ras di Kota Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur turut mengatrol naiknya angka inflasi. Menurut rilis BPS bulan Mei 2021, Sampit mengalami inflasi sebesar 0,40 persen, dipengaruhi oleh peningkatan indeks harga pada kelompok makanan, minuman dan tembakau (0,85 persen), kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya (0,50) dan kelompok pakaian dan alas kaki (0,34 persen).
Dari sepuluh komoditas utama kelompok makanan, minuman dan tembakau, daging ayam ras menempati urutan pertama penyumbang inflasi, yaitu sebesar 0,10 persen. Pada Maret dan April 2021 komoditi daging ayam ras di Sampit mengalami deflasi. Masing-masing sebesar -0,02 persen dan -0,05 persen.
Sementara di Kota Palangka Raya pada bulan Mei 2021 terjadi inflasi sebesar 0,45 persen, dari sepuluh komoditas utama, harga daging ayam ras juga turut andil menyumbang inflasi tertinggi, yaitu sebesar 0,06 persen.
Tingginya permintaan pada hari-hari besar keagamaan berpengaruh pada harga daging ayam ras di pasaran. Selama ini peternak setempat belum dapat memenuhi kebutuhan pasar lokal dan masih banyak bergantung pada pasokan dari luar daerah. Terutama dari Provinsi Kalimantan Selatan. Ketergantungan tidak hanya pada pasokan ayam siap jual dan bibit ayam Day Old Chick (DOC) tapi juga pakan ternak.
Ketergantungan pada perusahaan besar dan panjangnya rantai distribusi membuat harga ayam ras sering tidak stabil. Harga tergantung mekanisme pasar dan kondisi transportasi. Ketika transportasi lancar dan harga di tingkat pemasok besar stabil, maka harga ayam ras di pasaran Sampit pun akan stabil. Demikian sebaliknya.
Selama ini, kenaikan harga daging ayam ras juga sering terjadi di beberapa kabupaten di Kalimantan Tengah. Bagi sejumlah peternak lokal ceruk, pasar daging ayam ras yang masih terbuka tak sepenuhnya dapat dinikmati. Hal ini disebabkan harga pakan ternak yang juga tidak murah. Sehingga memaksa peternak harus berhitung cermat agar tak rugi. Kenaikan sejumlah komponen produksi akhirnya memicu kenaikan harga ayam potong di tingkat konsumen.
Industri pakan ternak merupakan mata rantai yang sangat dominan mempengaruhi proses produksi. Beberapa bahan baku pakan ternak seperti jagung, bungkil kedelai serta mineral dan vitamin masih merupakan komponen impor. Saat pandemi Covid-19 terjadi, banyak produsen pakan ternak tutup. Sehingga suplai ke Indonesia ikut terhambat. Tersendatnya distribusi membuat stok pakan terbatas dan harganya bergerak naik.
Dirjend Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan RI, Syailendra mengatakan bahwa harga pakan telah naik 30 persen sejak pertengahan 2020 hingga akhir tahun. Hal ini juga tak lepas dari pergerakan rata-rata harga jagung lokal yang naik dari Rp 3.845 per Kg pada Januari 2021 menjadi Rp 4.263 per Kg.
Dengan harga DOC Rp 6.000 per ekor dan pakan di kisaran Rp 7.250 per Kg saja harga ayam bisa mencapai Rp 38.000 per Kg. Bisa dibayangkan saat DOC naik dan pakan naik 30 persen, harga ayam di pasar sudah di kisaran Rp 40.000 sampai Rp 44.000 per Kg. Harga pakan sangat berpengaruh pada harga ayam potong.
Hasil Survei Struktur Ongkos Usaha Peternakan 2017 (SOUT 2017) yang dilaksanakan BPS menyebutkan, di Kalimantan Tengah nilai produksi ayam ras pedaging per 5.000 ekor per tahun di rumah tangga sebesar Rp 215,8 juta. Terdiri dari komponen pertambahan bobot, produksi ikutan dan jasa peternakan. Sementara biaya produksi sebesar Rp 129,7 juta, yang terdiri dari upah tenaga kerja, pakan, bahan bakar, listrik, pembelian DOC dan lain-lain. Dari seluruh komponen biaya produksi yang paling besar nilainya adalah pembelian pakan sebesar Rp 77,2 juta (59,69 persen) dan pembelian DOC sebesar Rp 29,4 juta (22,68 persen).
Angka di atas adalah Nilai Total Seharusnya, yaitu Penerimaan dan Pengeluaran yang benar-benar diterima/dikeluarkan ditambah perkiraan yang seharusnya diterima/dikeluarkan. Sementara untuk Nilai Riil biaya produksi adalah sebesar Rp 116,3 juta. Hasil SOUT 2017 mencerminkan bahwa komponen pakan ternak memberikan kontribusi cukup signifikan dalam struktur biaya produksi. Dari sisi peternak, usaha peternakan ayam ras pedaging masih cukup prospektif .
Meskipun pola permintaan daging ayam ras tidak berjalan stagnan, diperlukan upaya-upaya konkrit agar pemenuhan komoditi ini dapat terjaga. Sehingga ketika ada permintaan konsumen dengan jumlah besar, maka pasar dapat memenuhinya dan tidak sampai memicu kenaikan harga. Ketergantungan pasokan ayam siap jual, DOC dan harga pakan dari daerah lain harus dapat diminimalisir.
Mengundang kehadiran investor ke Provinsi Kalimantan Tengah untuk membangun industri pakan ternak dan industri ikutannya adalah solusi yang perlu dikaji. Harga pakan yang selama ini membebani biaya produksi dapat ditekan dengan singkatnya rantai distribusi. Sehingga dapat menggairahkan usaha peternakan ayam potong dan terkendalinya harga jual di tingkat konsumen. (*/kaltengnews.co.id)