Gaduh Ditengah Konferensi Pers, Orang Tua Bayi ‘Mengamuk’ Meminta Klarifikasi dari Manajemen RSUD Doris Sylvanus
PALANGKA RAYA, Kaltengnews.co.id – Konfrensi Pers pada Jumat 15 Maret 2024 siang yang dilaksanakan oleh manajemen melalui humas RSUD dr. Doris Sylvanus yang semulanya berjalan tenang, berubah menjadi gaduh saat kehadiran orang tua dari pasien bayi yang meninggal dunia, pasca dilakukan operasi ‘mengamuk’ meminta klarifikasi serta penjelasan dari pihak manajemen rumah sakit.
Suasana hening pecah menjadi gaduh, saat Afner Juliwarno yang merupakan orang tua bayi menunjukan nada emosi di depan puluhan awak media dan pihak manajemen rumah sakit.
Tak hanya itu, Afner juga menceritakan kronologis penanganan medis terhadap anaknya. “Saat itu, anak saya berhenti bernapas barulah para petugas memasang ventilator,” ungkapnya dengan nada kesal, Jumat (15/03/2024).
Kemarahan Afner semakin tersulut, lantaran ada salah seorang petugas rumah sakit tersebut dinilai menertawakan saat dirinya sedang memberikan penjelasan maupun keterangan terhadap pelayanan rumah sakit tersebut.
Baca Juga: Manajemen RSUD Doris Sylvanus Sebut Bayi Meninggal Akibat Risiko Medis
“Ibu jangan ketawa-ketawa, saya lempar nanti!. Itu anak saya bu…, anak manusia yang dilindungi undang-undang. Ada beberapa kriteria yang bisa masuk Ruang Neonatal Intensive Care Unit atau NICU, yakni pertama prematur dan pasca operasi dan anak saya disimpanlah di NICU malamnya anak saya meninggal,” ungkapnya lagi sembari menunjukkan kekesalannya yang kian memuncak.
Ia menjelaskan, pascaoperasi yang dijalani anaknya pihak rumah sakit memberitahukan bahwa anaknya ditangani dengan baik dan dirawat di ruang NICU.
Akan tetapi, lanjutnya, pihak dari orang tua korban baru mengetahui bahwa ternyata saat anaknya sudah infeksi baru dipindahkan ke NICU.
“Jangan begitu bu, mentang-mentang kami pasien BPJS. Saya tahu bahwa biaya NICU itu mahal, tapi kenapa saat sudah infeksi anak saya baru dimasukin ke NICU,” ujarnya.
Sementara itu, di hari yang sama, pengacara dari pihak korban, Roy Sidabutar mengatakan masih banyak yang menjadi pertanyaan pihaknya yaitu salah satunya berdasarkan hasil otopsi jantung dari bayi tersebut bolong.
“Yang menjadi pertanyaan adalah kenapa dilakukan dua tindakan pada saat yang bersamaan. Observasi terhadap almarhum sudah lengkap tidak. Apakah bayi umur 7 hari mampu menghadapi operasi besar, dari awal usg sampai sebelum operasi jantung bayi baik-baik saja, mengapa saat sesudah operasi jantung bayi itu bolong” beber Roy.
Dia jua meminta, apabila pihak RSUD dr. Doris Sylvanus ingin membantah maka harus menggunakan data. Pihak Doris memiliki hak hukum dan sebaiknya kasus tersebut dibawa ke pengadilan.
“Saya berharap masalah ini dibawa ke ranah hukum. Saya sebagai pengacara pihak korban siap menangani,” pungkasnya. (Tim Redaksi)