Sesuai Regulasi, Sadino : Plasma Tidak Harus Dalam Bentuk Tanaman

 Sesuai Regulasi, Sadino : Plasma Tidak Harus Dalam Bentuk Tanaman

FOTO: Pakar Hukum Kehutanan dan dosen Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Jakarta, Dr. Sadino, S.H.,M.H.

PALANGKA RAYA, Kaltengnews.co.id – Pakar Hukum Kehutanan Dr. Sadino, S.H.,M.H, menyarankan agar pemerintah Kalimantan Tengah (Kalteng) menjadi regulator antara perusahaan sawit dan masyarakat terkait dengan jumlah plasma sawit yang harus dibayarkan.

Menurut dia, di dalam Undang-undang Cipta Kerja (UUCK) sudah mengalami pembaharuan, yakni tidak harus dalam bentuk tanaman melainkan dalam bentuk lain yang memiliki nilai yang sama, sehingga kebijakan kemitraan 20 persen tidak harus berupa selalu membangun kebun.

“Hitung-hitungan tadi belum turun, karena jika harus dalam bentuk tanaman sawit tentu akan bermasalah pada ketersediaan lahan. Misalkan apabila perusahaan membuka dikawasan hutan, tentu akan menjadi problem baru yang berimbas kepada perusahaan dan mitranya,” ucap Sadino kepada awak media, Senin (05/02/2024).

Permasalahan ketersediaan lahan yang minim tentu menjadi permasalahan yang serius, sehingga munculah aturan dalam UUCK penganti dari tanaman sawit tersebut. Permasalahan semacam ini menurut Sadino, tentu menjadi pokok perhatian pemerintah untuk menentukan ekuivalen plasma itu sendiri.

“Pemerintah harus menentukan ekuivalen dalam konteks kemitraan perhektar, misalnya 3 juta atau 20 juta itu tidak menjadi masalah. Yang penting aturannya ada. Karena jika ada aturannya, pasti akan dibayar oleh pelaku usaha, ” ujar dia lagi.

Dia juga menambahkan, dengan adanya regulasi yang jelas mengatur mengenal plasma artinya pemenuhan kewajiban itu ada. Sehingga sudah menjadi tugas pemda menjadi regulator bagi pelaku usaha dan mitra usaha tersebut.

“Misalnya pemda dalam hal ini adalah bupati, maka bupati yang menentukan calon plasmanya ini. Sudah menjadi tugasnya untuk memperjelas, ” tutupnya.

Sementara itu, dalam kesempatan yang sama Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Pusat M. Adi Sugeng mengharapkan melalui ‘Diskusi Prospek Perkebunan Sawit Pasca UUCK’ dapat menjadi wadah bagi anggota GAPKI untuk memahami regulasi yang berkenaan antara UUCK dan perkebunan sawit.

“Saya inginkan untuk semua anggota GAPKI dapat paham dan kegiatan ini akan saya lakukan secara bergilir ke beberapa daerah dengan mengundang pakar yang paham tentang ini. Harapannya dengan forum diskusi ini
akan menghasilkan terobosan yang komplit berupa rekomendasi penyelesaian mengenai sawit,” tutupnya.

Wartawan: Maria Sabatiani

Editor: Yundhy Satrya

Yundhy Satrya ^ Kaltengnews.co.id

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!