Keterwakilan 30 Persen Perempuan di Parlemen Masih Diragukan
PALANGKA RAYA, Kaltengnews.co.id – Politisi dari Fraksi Partai Gerindra DPRD Provinsi Kalimantan Tengah H. Achmad Rasyid merasa ragu terhadap terpenuhinya kuota 30 persen keterwakilan perempuan di kursi parlemen (legislatif, red).
Hal demikian, lantaran masih belum adanya kepastian sistem pemilihan legislatif yang akan digunakan nanti, apakah dengan Sistem Proposional Tertutup ataupun Sistem Proposional Terbuka pada Pemilu 2024 mendatang oleh Mahkamah Konstitusi.
“Apabila nanti pemilihan legislatif 2024 menggunakan sistem proposional tertutup, maka dikhawatirkan akan berpotensi sebagai salah satu faktor penentu tidak terpenuhinya kuota 30 persen keterwakilan perempuan di parlemen,” ujar Dia, baru-baru ini.
Menurut Dia, figur-figur calon legislatif (Caleg) di partai politik tertentu, untuk menempati nomor urut 1 2 dan 3 didominasi dan diisi oleh Caleg laki-laki, dan sangat jarang diisi oleh Caleg perempuan.
Sehingga demikian, kesempatan bagi kaum perempuan pun untuk mengisi kursi parlemen dikhawatirkan akan terkendala, dan target minimal 30 persen keterwakilan perempuan di parlemen dikhawatirkan bakal tidak terpenuhi.
Untuk itu, perlu menjadi pertimbangan juga dalam penetapan nomor urut Caleg di masing-masing partai politik.
“Yang pasti, jika Pileg 2024 menggunakan sistem proposional tertutup, maka dikhawatirkan hal tersebut akan ‘mengkebiri’ hak dari para Caleg Perempuan yang akan berkontestasi pada Pemilu 2024 mendatang, terlebih mereka mendapatkan nomor urut tiga ke bawah,” ujar Dia lagi.
Ketua Komisi II DPRD Provinsi Kalimantan Tengah ini juga berharap kepada pemerintah agar dapat benar-benar mempertimbangkan kondisi demikian, supaya kaum perempuan juga bisa memiliki kesempatan dan peluang yang sama, khususnya bagi para Caleg Perempuan agar bisa mendapat nomor urut yang terbaik, jika nanti sistem proposional tertutup tetap akan digunakan.
Lanjut Dia, akan beda halnya apabila nanti sistem pemilihan legislatif 2024 mendatang menggunakan sistem proposional terbuka. Dimana semua Caleg, baik itu perempuan maupun laki-laki memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih oleh masyarakat secara luas.
“Artinya, kesempatan untuk duduk di kursi parlemen, tidak hanya didominasi oleh kaum laki-laki, tapi juga menjadi peluang bagi kaum perempuan. Karena, tidak lagi menggunakan nomor urut, tapi lebih murni kepada hasil perolehan suara dari masing-masing figur Caleg yang mampu merebut simpatik dari masyarakat pemilih,” tandas Dia. (YS)