Korupsi Anggaran Desa, Oknum Wakil Rakyat Gunung Mas Diduga Terlibat
FOTO : Ilustrasi.
KALTENGNEWS.co.id – PALANGKA RAYA – Mantan Kepala Desa Bereng Jun, Kabupaten Gunung Mas, Andreas Arpenodie yang mendekam di penjara akibat korupsi anggaran desa, kini menjadi terdakwa pada kasus berbeda. Kasus korupsi kali ini bahkan diduga melibatkan anggota DPRD Gunung Mas yang masih aktif berinisial SY dan anaknya TAP.
“Terjadi penyalahgunaan Dana Desa (DD) oleh terdakwa dan pihak lain yang tidak berhak mengelola keuangan desa,” ungkap Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Gunung Mas, Agus Yuliana di Pengadilan Tipikor Palangka Raya, Kamis (10/6/2021).
Agus membeberkan bahwa semestinya SY menghadiri agenda sidang di Pengadilan Tipikor Palangka Raya hari ini untuk menyampaikan keterangannya terkait kasus dugaan korupsi tersebut. Lantaran yang bersangkutan tidak hadir, maka sidang terpaksa ditunda pekan depan.
“Jika pada pemanggilan sidang kedua dan ketiga SY tidak juga hadir, maka tidak menutup kemungkinan akan dipanggil paksa oleh pengadilan,” tegas Agus.
Menurutnya, perkara tersebut telah Kejari Gunung Mas sidik sejak tahun 2020 lalu. Laporan hasil audit Inspektorat menemukan adanya dugaan penyimpangan keuangan negara sekitar Rp 600 juta. Uang Dana Desa (DD) tersebut diduga digunakan untuk kepentingan pribadi terdakwa Andreas Arpenodie dan pihak lainnya.
“Agenda sidang kali ini mendengarkan keterangan enam orang saksi memberatkan. Sintung selaku Ketua BPD Bereng Jun mengatakan bahwa sekitar tahun 2018, Andreas Arpenodie mengenalkannya dengan SY (diduga anggota DPRD Gunung Mas, Red). Andreas menyatakan SY akan membantu mengelola penggunaan DD dan belakangan, anak SY inisial TAP ditetapkan sebagai Bendahara Desa,” bebernya.
Berdasarkan keterangan Ketua BPD Bereng Jun, Sintung bahwa SY maupun TAP bukan meruoakan warga Desa Bereng Jun. Ketika pencairan tahap II, Sintung, Andreas, SY, TAP dan lainnya mencairkan uang tersebut di Bank Kalteng. Ketika Sintung meminta gaji dan perangkatnya ke Andreas, ternyata uang DD sudah dipegang SY.
“Total gaji Rp 78 juta, namun baru diberikan Rp 50 juta oleh SY. Setelah menagih ulang barulah sisa Rp28 juta diserahkan,” ungkapnya Agus.
Mantan Bendahara Desa Bereng Jun tahap I, Riasna Kristi menerangkan bahwa saat dirinya menjabat pernah mencairkan dana sebesar Rp 150 juta dan uangnya diserahkan kepada Andreas Arpenodie. Namun dirinya tidak tahu untuk apa saja penggunaan uang ratusan juta tersebut.
“Kemudian Dono selaku bendahara desa yang menggantikan TAP melakukan pencairan tahap II pada Desember 2018 sebesar Rp300 juta. Uang itu lantas diserahkan kepada SY atas perintah Andreas Arpenodie. Dono mengaku tidak mendapat Surat Pertanggungjawaban dari TAP selaku bendahara terdahulu maupun Andreas dan SY atas penggunaan dana yang dia serahkan,” ucapnya.
Pada tanggal 2 Januari 2019, Dono kembali mencairkan Rp 50 juta anggaran desa dari Bank Pembangunan Kalteng Cabang Kuala Kurun. SY meminta Andreas dan Dono mentransferkan uang tersebut ke rekening pribadi TAP. Namun Dono dan Andreas tidak bersedia.
“Setelah pulang ke Desa Bereng Jun, ternyata sisa uang tersebut sudah ditransfer dari rekening Pemerintah Desa Bereng Jun ke rekening pribadi TAP. Padahal slip transfer tersebut tidak pernah saya tandatangani dan mungkin dipalsukan,” ucap Dono.
Hendra selaku warga yang melaksanakan pembangunan Gapura desa mengaku pernah dibayar Rp 70 juta oleh SY untuk upah pekerjaan tersebut.
“Nanti kita kembangkan lagi, sejauh mana keterlibatan SY dalam kasus ini. Karena seharusnya uang tersebut di tangan bendahara,” jelas Agus usai persidangan.
Dia menjelaskan dalam perkara ini banyak pekerjaan desa yang belum direalisasikan. Seperti air bersih, pengurukan tanah, uang kerohanian dan lainnya. Untuk tapal batas seharusnya ada tiga item namun hanya dua yang dilaksanakan.
“SY mengerjakan dua item. Satu item tidak dikerjakan yakni tapal batas antara Desa Bereng Jun dengan Parempei. Yang mengetahui pasti peran SY dalam kasus tersebut hanya mantan Kades Andreas Arpenodie,” tuturnya.
Dalam dakwaan, Andreas dikenakan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Jo Pasal 18 ayat (1) huruf b, (2), (3) Undang-undang RI No. 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP.,” papar Agus. (Sog/aga)