Pernyataan Sikap FRI, Rektor UPR Dorong Penyampaian Aspirasi Dilakukan Secara Santun dan Elegan
Kaltengnews.co.id, PALANGKA RAYA – Rektor Universitas Palangka Raya (UPR) Dr. Andrie Elia, SE., M.Si mengutarakan bahwasanya berdasarkan konstitusi, sesuai dengan Pasal 28 UU 1945, yang berbunyi ‘Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-undang’, dimana dalam hal tersebut dilindungi oleh undang-undang.
Hal itu termasuk pula, ketika setiap warganegara ingin menyampaikan aspirasi, misalnya seperti sebuah aksi (unjuk rasa, red) terhadap pengesahan RUU Cipta Kerja, hendaknya juga harus dilakukan dengan lebih baik, santun, tertib dan damai.
Dikatakan Dr. Andrie Elia, sebuah upaya penyampaian aspirasi melalui demo, sah-sah saja dilakukan. Pasalnya, dalam suatu proses kedewasaan demokrasi, sikap menerima dan menolak (pro-kontra, red) menjadi hal yang wajar.
Perbedaan sikap dan pendapat, menjadi hal yang lumrah terjadi. Hal ini, guna menuju kedewasaan dalam sebuah proses demokrasi di Indonesia. Namun itu, harus tetap dilakukan dengan lebih baik, santun, tertib dan damai.
Tidak justru merusak fasilitas-fasilitas umum, negara dan fasilitas lain sebagainya. Pasalnya, mengingat fasilitas-fasilitas tersebut, juga merupakan milik rakyat, yang dibangun dari uang rakyat itu sendiri.
“Sebenarnya, upaya menyampaikan aspirasi bisa dilakukan dengan berbagai cara, yang dinilai lebih baik dan lebih santun lagi, seperti misalnya dengan menempuh jalur hukum, yakni dengan pengajuan Yudisial Review atau mengajukan peninjauan kembali, kepada mahkamah konstitusi, atas materi undang-undang tersebut,” Ucap Ketua Harian Dewan Adat Dayak (DAD) Provinsi Kalimantan Tengah tersebut.
Lebih lanjut, Dr. Andrie Elia juga turut menyayangkan, adanya unjuk rasa atau demo menyampaikan aspirasi di sejumlah daerah, yang berujung pada aksi pengrusakan sejumlah fasilitas umum, fasilitas negara dan fasilitas lainnya.
“Pada umumnya, bukanlah menjadi budaya Bangsa Indonesia, ketika menyampaikan aspirasi, disertai dengan aksi pengrusakan ataupun aksi lainnya,” Kata Andrie Elia menambahkan.
Dapat dibayangkan, apabila dalam aksi demo tersebut, sampai menyebabkan sejumlah fasilitas umum, fasilitas negara dan fasilitas lainnya juga ikut rusak. Maka, tentunya yang akan dirugikan bukan hanya pemerintah, tapi juga rakyat itu sendiri.
“Saya menghimbau sekaligus menyarankan, kepada pihak-pihak terkait, dalam menyampaikan aspirasi, hendaknya juga dapat mempertimbangkan hal tersebut. Dan jangan sampai, ketika aksi penyampaian aspirasi, justru berujung pada pengrusakkan fasilitas umum, fasilitas negara dan fasilitas lain sebagainya,” Tegasnya.
Selain itu, menindaklanjuti 7 (tujuh) poin Pernyataan Sikap dari Forum Rektor Indonesia (FRI) terhadap pengesahan RUU Cipta Kerja, Rektor UPR kembali menuturkan bahwa dirinya pun sangat mendukung, apa yang menjadi pernyataan sikap dari forum rektor se Indonesia tersebut.
Dimana, salah satu dari poin Pernyataan Sikap tersebut, menyarankan ketika terjadi perbedaan pendapat dan sikap, atas pengesahan RUU Cipta Kerja, guna memperbaiki undang-undang tersebut, hendaknya bisa dilakukan dengan cara yang lebih baik dan lebih santun lagi, misalnya dengan menempuh jalur hukum, yakni dengan mengajukan Yudisial Review.
“Cara-cara inilah yang kita dorong, supaya dalam proses penyampaian pendapat, dapat dilakukan dengan cara yang lebih baik, santun dan damai, tanpa ada yang dirugikan. Hal ini juga dalam rangka mendorong kemajuan bangsa Indonesia,” Tutup Rektor UPR.
Sekedar untuk diketahui pula, adapun 7 (tujuh) poin Pernyataan Sikap yang disampaikan oleh Forum Rektor Indonesia, yakni pertama FRI menyayangkan adanya sebagian aksi unjuk rasa, yang anarkis yang telah mengganggu ketertiban masyarakat dan merusak fasilitas umum. Pada prinsipnya FRI memandang bahwa aksi unjuk rasa untuk menyalurkan aspirasi adalah hak setiap
Sekedar untuk diketahui pula, adapun 7 (tujuh) poin Pernyataan Sikap yang disampaikan oleh Forum Rektor Indonesia, yakni pertama FRI menyayangkan adanya sebagian aksi unjuk rasa, yang anarkis yang telah mengganggu ketertiban masyarakat dan merusak fasilitas umum. Pada prinsipnya FRI memandang bahwa aksi unjuk rasa untuk menyalurkan aspirasi adalah hak setiap warga negara yang dilindungi Undang-Undang, namun tetap harus mematuhi ketentuan yang berlaku.
Kedua, FRI memandang bahwa perbedaan pendapat dalam era demokrasi adalah hal yang biasa. Selanjutnya, terkait perbedaan pendapat dalam merespons UU Cipta Kerja diharapkan dapat diselesaikan melalui saluran-saluran yang konstitusional. FRI juga mengimbau semua pihak yang berbeda pendapat agar dapat menahan diri dan mengedepankan dialog secara jernih untuk mendapatkan solusi.
Ketiga, FRI mengharapkan pemerintah dan DPR RI selalu membuka diri untuk menampung aspirasi dan masukan-masukan kritis dari berbagai pihak yang sama-sama bergerak atas dasar rasa cinta kepada bangsa Indonesia.
Kemudian keempat, FRI akan memberikan masukan kepada pemerintah dan DPR RI setelah mencermati dan menyisir UU Cipta Kerja versi final, khususnya hal-hal krusial yang menjadi perhatian masyarakat. Sehingga pemerintah dapat mengambil langkah-langkah solusi alternatif yang dimungkinkan secara hukum.
Kelima, FRI berharap bahwa proses pengesahan RUU Cipta Kerja yang menimbulkan gejolak ini dapat menjadi bahan pelajaran untuk semua bahwa kita harus terus memperkuat modal sosial berupa rasa saling percaya seluruh komponen bangsa
Lalu, Keenam FRI mengajak para akademisi dan mahasiswa untuk selalu peduli dengan persoalan bangsa dengan senantiasa mengedepankan gerakan intelektual berdasarkan akal sehat, pemahaman yang utuh, dan kajian kritis-obyektif.
Dan yang ketujuh, FRI mengimbau kepada para pimpinan perguruan tinggi dan sivitas akademika untuk selalu menjaga kondusifitas kampus agar kegiatan akademik dan pembelajaran dapat berjalan dengan baik, khususnya di masa pandemi COVID-19 ini.
Demikianlah pernyataan Forum Rektor Indonesia, Semoga kita semua senantiasa menjaga keutuhan untuk bersama-sama mewujudkan kemajuan bangsa. Pernyataan Sikap disampaikan pada tanggal 10 Oktober 2020, diketahui oleh Ketua FRI Prof. Dr. Arif Satria dan Wakil Ketua Dr. HM Nasrulla. (YS)
TONTON JUGA BERITA VISUALNYA di
KALTENGNEWS