Ditanya Terkait Proyek SMK di Kalahien, Ketua Panitia Pilih Bungkam
DIDUGA BERMASALAH : Seperti inilah kondisi pekerjaan bangunan SMK 3 Buntok di Desa Kalahien, Kecamatan Dusun Selatan, Barsel ketika dipotret wartawan beberapa waktu lalu.
gerakkalteng.com – BUNTOK – Terkait pemberitaan terkait adanya dugaan pelaksanaan proyek SMK 3 Buntok di Desa Kalahien, Kecamatan Dusun Selatan, Kabupaten Barito Selatan yang bermasalah, ketua panitia pelaksana kegiatan, Pebruantine, menolak memberikan keterangan.
Perempuan yang juga merupakan Kepala Sekolah SMK 2 Buntok itu, menyatakan penolakan memberikan keterangannya terkait persoalan pembangunan SMK 3 Buntok tersebut, melalui pesan singkat kepada awak media, Kamis (3/10/2019).
Dikatakannya, ia tidak perlu memberikan keterangan apapun karena terkait persoalan tersebut, karena berita tentang dugaan adanya persoalan hukum dalam rangkaian pelaksanaan proyek tersebut sudah viral.
“Apa yang mau kamu konfirmasi, beritanya saja sudah viral, kan kamu yang menulis beritanya. Kalau namanya konfirmasi itu, sebelum turun beritanya,” ucapnya dalam bahasa Dayak Maanyan, menolak permohonan konfirmasi yang diajukan oleh awak media, Rabu (2/10/2019).
Selanjutnya, Pebruantine bahkan mengatakan bahwa ada oknum yang mengaku sebagai wartawan sebuah media, telah mengkonfirmasi terkait persoalan itu kepadanya dan karena menurutnya apa yang dia sampaikan adalah “benar” maka wartawan dimaksudkan tidak memberitakan persoalan tersebut.
“Banyak wartawan yang sudah konfirmasi dengan saya, menanyakan kebenaran ini, dan aku menjelaskan kepada mereka sesuai faktanya dan mereka tidak memuat beritanya.oknum wartawan tersebut berinisial ES,” ungkapnya.
Menurutnya, ia tidak perlu menggunakan hak jawab terkait pemberitaan tersebut, sebab tidak berhubungan apapun dengan permasalahan dimaksud.
“Aku merasa tidak perlu aku menggunakan hak jawab untuk berita itu, tidak ada hubungannya dengan aku bunyi tulisan (berita) itu,” kilahnya.
Sebelumnya, dalam pemberitaan pada Selasa (13/8/2019), dugaan adanya pelanggaran hukum dalam pelaksanaan proyek tersebut, dilontarkan oleh salah satu masyarakat Barsel, Nanang Suhaimi, kepada awak media,
Dikatakan pria yang juga merupakan pentolan LPLHN ini, bahwa ada informasi mengenai adanya beberapa pelanggaran hukum yang terjadi didalam pelaksanaan proyek yang memakan biaya sebesar kurang lebih Rp.7,6 milyar tersebut.
Terutama dalam hal perubahan Rancangan Anggaran Biaya (RAB) kegiatan, yang terjadi hingga tiga kali tanpa adanya dilakukan adendum.
“Menurut sumber kami, salah satu anggota panitia pembangunan, bahwa ada perubahan RAB sampai tiga kali dalam pelaksanaan kegiatan swakelola tersebut, dan itu tanpa ada dilakukan adendum,” bebernya.
Selain itu, Nanang juga mempertanyakan terkait proyek swakelola SMK unggulan tersebut dengan menggunakan jasa kontraktor sebagai otoritas yang diberikan kewenangan sepenuhnya dalam proses pembangunan secara keseluruhan.
Hal tersebut, disebutkannya sangat bertentangan dengan peraturan yang berlaku, apabila mengacu pada LKPP Nomor 8 Tahun 2018 Tentang Pedoman Swakelola yang berdasarkan pada Perpres Nomor 141 Tahun 2018 Tentang Petunjuk Teknis Dana Alokasi Khusus Fisik dan Perpres Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
“Dalam peraturan dimaksud, disebutkan bahwa pekerjaan harus melibatkan unsur organisasi masyarakat (Ormas), maka patut dipertanyakan kenapa pembangunannya (SMK 3) otoritas sepenuhnya diserahkan kepada sebuah perusahaan dan bukan kepada ormas sebagaimana diperintahkan oleh UU?” pertanyakannya.
Lebih lanjut, dijabarkan Nanang lagi, ia menyangsikan kemampuan CV. Dea sebagai kontraktor pembangunan SMK 3, karena menurutnya sangat bertentangan dengan UU Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Jasa Kontruksi, pasalnya berdasarkan kemampuan secara ukuran finansial dan pengalaman kerja, karena tidak memenuhi syarat kualifikasi yang ditetapkan dan diatur di dalam UU dan peraturan turunan lainnya.
Situasi tersebut, ujarnya, patut dicurigai bahwa ada pejabat-pejabat dari instansi dan lembaga tertentu yang turut diuntungkan dalam perekomendasian perusahaan penyedia jasa dimaksud sebagai pelaksana kegiatan.
“Bagaimana dengan kualifikasi yang diatur di dalam UU jasa kontruksi, apakah CV. Dea mampu secara kualifikasi yang merupakan syarat utama penyedia jasa kontruksi sebelum ditetapkan sebagai pelaksana kegiatan, apalagi ini dananya besar, atau jangan-jangan ada pejabat instansi yang turut diuntungkan dengan penetapan CV. Dea sebagai pelaksana kegiatan?” tukasnya mempertanyakan.
Selain itu, pemindahan lokasi pembangunan dari usulan awal yang pernah diajukan oleh Pemerintah Desa Kalahien, juga diinformasikan menuai kontra.
Sebab, lahan yang semula diusulkan adalah di lokasi jalan Padat Karya Kalahien – Penda Asem, jadi dipindahkan di lahan yang berada di lokasi Jalan Buntok – Palangka Raya, yang mana diketahui tanah tersebut merupakan hak milik keluarga pemilik CV. Dea selaku pelaksana pekerjaan.
“Saya mengendus adanya persekongkolan antara pejabat instansi dan kelompok masyarakat tertentu, agar lahan tersebut dipindahkan dan dibangun di lahan hak milik keluarga pemilik perusahaan yang melaksanakan pekerjaan pembangunan proyek tersebut!” ungkap Nanang.
Pria yang berdomisili di Kota Buntok ini meminta, agar aparat penegak hukum untuk segera menyelidiki kemungkinan adanya ‘permainan’ oleh pihak-pihak tertentu, yang secara sengaja merugikan Negara dan menguntungkan pribadi dari dilaksanakannya proyek pembangunan SMK unggulan tersebut.
“Aparat seharusnya segera menyelidiki perihal ini, jangan-jangan ada unsur merugikan negaranya di dalam pelaksanaan kegiatan tersebut?” pintanya. (pt)