PN Palangka Raya Tolak Praperadilan Undercover Buy

Hakim Brelly,saat sidang Praperadilan Undercover Buy
PALANGKA RAYA, GK- Hakim tunggal Pengadilan Negeri Palangka Raya, Brelly, menolak permohonan gugatan yang diajukan Yuniarti alias Dewi, PNS di Dinas Kesehatan Kapuas atas penetapan tersangka dalam kasus prostitusi terselubung oleh Polda Kalimantan Tengah. Hakim berpendapat, saksi yang dihadirkan pemohon tak bisa membuktikan dalil permohonannya.
“Masalahnya dipembuktian karena saksi yang dihadirkan keterangannya tidak bisa membuktikan,” kata hakim tunggal Brelly di ruang sidang Tirta, sesusai membacakan putusan sebelum mengetuk palu, Senin (3/8/2015) petang.
Sementara itu dalam amar putusan, hakim menyatakan penetapan tersangka, penahanan dan penyitaan yang dilakukan anggota Ditreskrimum Polda Kalteng sudah sah. Lantaran hal itu dilakukan berdasarkan atas dua alat bukti yang cukup seperti diatur dan dijelaskan dalam pasal 184 KUHAP.
Atas dasar itu maka serangkaian tindakan penyidik Subdit Renakta IV Ditreskrimum Polda Kalteng dalam kasus human traficking di Kapuas sudah sah. “Karena sudah terpenuhi dua alat bukti yang sah maka penahanan yang dilakukan sudah sesuai,” kata hakim.
Sesuai sidang, Wanas Unan Sawung dan Heri Setiawan, kuasa hukum pemohon praperadilan menyatakan putusan hakim diluar konteks. Dengan nada tinggi Wanas menyatakan akan mengajukan PK dan melaporkan hakim ke Komisi Yudisial.
“Atas putusan ini kami akan mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK). Selain itu hakim akan kami laporkan ke Komisi Yudisial (KY),” kata Wanas kepada sejumlah wartawan.
Dia menuturkan, putusan hakim jauh dari pokok permohonan praperadilan yang diajukan pihaknya. Lantaran kata Wanas, yang pihaknya permasalahkan adalah penggunaan undercover buy yang patut diduga merupakan upaya penjebakan dan pemerangkapan yang dilakukan Polisi.
“Putusan hakim itu soal dua alat bukti yang dia nyatakan sah. Sebenarnya kalau dilihat bahkan 5 alat bukti saja polisi bisa punya dalam kasus ini, hanya saja caranya yang tak benar,” tuturnya Wanas.
Karena alat bukti itu menggunakan cara-cara penyamaran, penggiringan dan penjebakan. Dimana langkah-langkah itu dilakukan penyidik memang untuk mempermudah menemukan alat bukti.
Artinya kata Wanas, lebih bangak bukti lagi bisa polisi dapatkan dengan cara serupa. “Jangankan cuma dua, 1000 saja penyidik punya alat bukti, tapi caranya tidak dibenarkan,” katanya sambil memperlihatkan Peraturan Kapolri Nomor 14 tahun 2012 tentang penyidikan.
Selain melapor ke KY dan melakukan upaya PK, Wanas dalam waktu dekat akan menyampaikan masalah ini ke Komnas HAM dan tembusannya dikirim ke markas besar polisi. Dia juga menyatakan akan melaporkan perbuatan asusila yang diduga dilakukan salah satu oknum anggota polisi saat penjebakan dilakukan.sog

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!