Mantan Ketua IJTI dan Pakar Hukum UI Saksi Ahli Sidang Perdata Kalawa Waterpark VS Kapos
Palangka Raya ,GK–Suasana persidangan di Pengadilan Negeri Palangka Raya,tidak seperti hari biasannya terlihat beberapa wartawan media cetak maupun elektronik memantau persidangan berlangsung. Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim HR.Unggul Murti SH MH didampingi Hakim Anggota Anuar Sakti Siregar SH MH dan Darlina Darwis SH.
Saksi ahli dihadirkan oleh pihak penggugat saat persidangan perdata tersebut yaitu saksi ahli dari Dewan Pers,untuk memberi keterangannya dalam kasus gugatan Kalawa Waterpark terhadap PT Kalteng Pos Press yang dituding menyebar berita bohong, di Pengadilan Negeri Palangka Raya, Selasa (26/8).
Dalam keterangannya didepan Ketua Majelis Hakim ,Menurut saksi ahli, media menjual kredibilitas kepada masyarakat dalam menyebarkan informasi. “Media atau wartawan itu profesional karena good moral and manner (sikap dan moral yang baik). Media tidak boleh memuat kabar bohong terhadap objek pemberitaan , bila memberitakan kabar bohong , media harus siap meminta maaf ,” ucap Imam Wahyudi Wakil Ketua Komisi Pengaduan Dewan Pers.
Mantan Ketua Umum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) ini berharap media tidak semata mengandalkan hak jawab sebagai koreksi kesalahan pemberitaan. “Dalam pedoman hak jawab, seandainya ada berita yang salah atau opini yang menghakimi, maka media harus minta maaf. Bila menolak, maka Dewan Pers akan keluarkan pernyataan penilaian dan rekomendasi. Justru bila penilaian dan rekomendasi keluar dan tidak ditaati, tentu pihak yang lain akan mengambil langkah hukum. Malah lebih repot,” jelas Imam.
Dalam memuat berita, media harus menentukan apakah narasumber layak atau tidak. “Perlu ada verifikasi bahkan terhadap kredibilitas narasumber. Verifikasi perlu terhadap fakta, narasumber dan faktor pendukung lainnya,” imbuh dia lagi.
Meski sejumlah pihak menyatakan bahwa kasus gugatan kali ini murni masalah jurnalistik dan seharusnya ditangani Dewan Pers, kenyataannya justru berbeda. “Sampai saat ini penggugat (Kalawa Waterpark) dan tergugat (Kalteng Pos) belum melaporkan ke Dewan Pers,” ungkap Imam. Dia menjelaskan bahwa Dewan Pers tidak dapat mengambil tindakan tanpa ada pengaduan terlebih dahulu.
Sebelumnya persidangan sempat memanas saat Naduh selaku Kuasa Hukum Tergugat mencoba menolak pertanyaan Kuasa Hukum Penggugat mengenai siapa yang bertanggung jawab atas pemberitaan dan akibat yang ditimbulkannya. Tapi Ketua Majelis Hakim HR Unggul Warso Murti SH MH tidak mengindahkan dan mempersilahkan Kuasa Hukum penggugat melanjutkan pertanyaan.
Imam menjelaskan bahwa berita sebagai karya jurnalistik yang penerbitannya menjadi tanggung Pemimpin Redaksi sebagai penanggung jawab. Namun hal ini berbeda bila terjadi kerugian materil yang timbul. “Kerugian materil akibat pemberitaan adalah tanggung jawab perusahaan,” tegas Imam.
Menurut Imam, memang kasus akibat pemberitaan pers ditangani Dewan Pers tapi UU Pers juga tidak menutup kemungkinan untuk mempersilakan pihak yang merasa dirugikan melanjutkan ke jalur hukum.
Hal ini dapat terjadi bila pemuatan hak jawab tidak memuaskan pihak yang dirugikan.
Dalam sidang turut disinggung mengenai adanya isu meninggalnya seorang anak di kompleks taman hiburan air Kalawa Waterpark yang mengacu dari keterangan narasumber yang namanya diinisialkan. Imam menyatakan narasumber yang namanya diinisialkan, Kalteng Pos seharusnya menguji kompetensinya dan konsekuensinya. Jika narasumber tidak kompeten maka beritanya tidak berkualitas.
Pemberian inisial atau anonimitas narasumber dalam berita yang menyudutkan Kalawa Waterpark menurut Imam harus diuji alasannya apakah narasumber terancam atau sekedar karena narasumber tidak berbobot. Secara umum, Imam menyebut ada media yang malas sehingga bukannya mencari narasumber yang kredibel tapi justru membuat anonim untuk mengangkat isu tertentu.
Berita yang hanya menyadur keterangan narasumber yang tidak melihat atau terlibat langsung dalam kejadian menurut Imam hanya sebagai bahan untuk verifikasi dan harus mencari narasumber lain yang lebih kredibel. Dia juga mengingatkan tugas media dalam kasus ini seharusnya menelusuri kapan kejadiannya, siapa korbannya dan dimana makamnya. “Bila tidak ada, maka tidak ada bobot beritanya,” tandas Imam.
Penggugat juga menghadirkan ahli hukum dari Universitas Indonesia, Junaedi SH MSi LLM yang menyampaikan hubungan antara pers dengan hak asasi manusia (HAM). Junaedi menyatakan akibat pemberitaan Kalteng Pos, Kalawa Waterpark selaku subjek HAM terlanggar haknya. “Yaitu terganggunya martabat dan rasa nyaman penggugat,” ucap Junaedi.
Pasal 6 b UU Pers menyebutkan tentang peran pers menegakan nilai dasar demokrasi, supremasi hukum dan HAM serta menghormati kebhinekaan. Sedangkan Pasal 6 c menyatakan pers mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar.
Perlindungan HAM dianut insan jurnalistik pada Pasal 5 dan 6 UU Pers. Pelanggaran pasal tersebut menyebabkan pelanggaran pasal 29 UU HAM di mana telah terjadi serangan atas martabat kehormatan dan nama baik. Junaedi menekankan bahwa pelanggaran HAM terjadi saat pemberitaan pertama.
Jadi hak jawab pada berita kedua dan ketiga tidak menggugurkan pelanggaran HAM di pemberitaan pertama. Kesimpulan akhir dari statemen bahwa berita atau wartawan Kalteng Pos yang ditayangkan pada tanggal 20 Januari 2014 dengan tidak memperhatikan Pasal 5 dan 6 UU Pers dan tanpa pembuktian materil atas kebenaran berita dapat dikategorikan berita gosip atau isu yang tidak berlandaskan kebenaran.
Sedangkan saksi sekuriti Kalawa Waterpark, Syahrul mengaku tersinggung atas tulisan yang menyudutkan bahwa kejadian meninggalnya bocah tersebut karena ketidakmampuan sekuriti Kalawa. “Itu bohong pak,” ujar Syahrul, karena selama dia bertugas tidak pernah ada kejadian seperti yang diberitakan Kalteng Pos. Karena tugas mengawasi pengunjung sebenarnya juga bukan tugas security melainkan life guard yang berjaga di sekitar wahana.
Sidang akan dilanjutkan Selasa depan, dengan agenda masih mendengarkan keterangan saksi.sog