Tingkatkan Kapasitas Aparatur Desa Sebagai Upaya Preventif Penyalahgunaan Dana Desa

 Tingkatkan Kapasitas Aparatur Desa Sebagai Upaya Preventif Penyalahgunaan Dana Desa

PALANGKARAYA – Kementrian Dalam Negeri Republik Indonesia terus melakukan upaya dalam meningkatkan kapasistas aparatur desa khususnya terkait pengelolaan keuangan desa.

Tidak sedikit kasus yang menyeret perangkat desa dalam dakwaan kasus korupsi tentang anggaran dana desa. Seperti yang di release Indonesia Corruption Watch (ICW) bahwa sampai dengan semester 1 tahun 2021, tercatat 197 kasus korupsi. Dimana 62 kasus korupsi berada di sektor anggaran Dana Desa.

Seperti yang disampaikan salah satu pencaramah pelatihan peningkatan kapasitas pemerintah aparatur desa, Dr. Kiki Kristanto SH, MH yang mengatakan bahwa berdasarkan data ICW menyebutkan, tren penindakan korupsi berdasarkan aktor 2020 tercatat sebanyak 132 Kepala Desa terjerat kasus korupsi.

“Upaya ini merupakan upaya yang bersifat preventif, yang diartikan bahwa pencegahan dilakukan sebelum terjadinya penyimpangan dalam pengelolaan dana desa oleh aparatur desa,” kata Kiki saat menyampaikan materinya, Kamis (22/8/2024).

Salah satu akademisi pada Fakultas Hukum Universitas Palangka Raya (UPR) ini menjelaskan bahwa Kepala Desa dan aparatiur desa berpotensi besar melakukan korupsi karena memiliki akses langsung dalam pengelolaan keuangan desa.

Berdasarkan temuan hasil observasi bidang pendidikan dan peran serta masyarakat komisi pemberantasan korupsi, ada beberapa titik rawan terjadinya penyelewengan korupsi keuangan desa, yakni gratifikasi dalam proses pelayanan.

Penyusunan RKP Desa, proses PBJ desa tidak lengkap, penggunaan dana desa tidak sesuai peruntukan, digitalisasi dokumen keuangan dan PBJ, pengembalian dana ke APBDes hanya berupa kwitansi, kriteria dukungan dana tambahan (Bumdes).

Selanjutnya, hasil audit tidak ditindaklanjuti, minim publikasi dan pengelolaan pengaduan masyarakat, kepala desan dan ketua tim pelaksana kegiatan tidak memahami ketentuan, CSR perusahaan dalam bentuk uang, minimnya keikutsertaan masyarakat.

Penentuan harga sewa pihak ketiga tidak didasari atas musyawarah, masih adanya daerah yang memiliki peraturan bupati terkait pengadaan barang dan jasa dan tekanan dari oknum-oknum yang memanfaatkan sumber daya dan keuangan desa.

“banyak modus korupsi pengelolaan keuangan dana desa diantaranya, membuat rancangan anggaran biaya diatas harga pasar dan dibayar dari hasil kesepakatan yang lain,”

“Modus berikutnya yakni meminjamkan dana desa dengan memindahkan ke rekening pribadi dan tidak dikembalikan lagi dan banyak modus yang lainnya,” kata Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum FH UPR ini.

Adapun faktor penyebab korupsi keuangan dana desa diantaranya minimnya perlibatan dan pemahaman warga akan proses pembangunan desa, minimnya pengawasan, terbatasnya akses warga terhadap informasi keuangan desa dan faktor terakhir yakni keterbatasan dan ketidakmampuan dalam mengelola keuangan dalam jumlah besar.

Sementara untuk pencegahanya lanjut Kiki lebih dalam dapat dilakukan melalui regulasi dan kebijakan, pendidikan dan kesadaran, pengawasan dan audit, partisipasi masyarakat, sistem informasi dan teknologi, peningkatan kapasitas aparatur desa, sanksi dan penegakan hukum, kolaborasi dan kemitraan dan terakhir implementasi langsung,”tutupnya. (YS)

Kaltengnews.co.id

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!