LDW Desak Kejati Serius Tangani Dugaan Korupsi Proyek Multiyears Barsel
FOTO : Direktur LDW Kalteng, Drs. Menteng Asmin (kanan) saat diwawancarai awak media terkait dugaan kasus korupsi proyek multiyears pembangunan di Kabupaten Barito Selatan, Senin (16/10/2019).
gerakkalteng.com – PALANGKA RAYA – Law and Development Watch (LDW) Provinsi Kalimantan Tengah, meminta agar pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalteng serius menangani kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pelaksanaan proyek pembangunan dengan skema pembiayaan multiyears di Kabupaten Barito Selatan.
Permintaan tersebut, disampaikan langsung Direktur LDW Kalteng, Drs. Menteng Asmin kepada awak media saat ditemui wartawan di salah satu rumah makan di Jalan Yos Sudarso Kota Palangka Raya, Senin (16/9/2019).
“Kami dengar kasus itu diambil alih Kejati, untuk itu kami meminta kepada Kejati Kalteng agar serius menangani kasus tersebut. Jangan main-main, apalagi ini anggarannya besar. Kami dari LDW akan memantau terus kasus ini,” tukasnya.
“Usut tuntas, siapapun pejabat yang terlibat di dalamnya dan memang benar melanggar hukum, beri tindakan hukum sesuai UU yang berlaku. Jangan sampai ada tebang pilih,” tegasnya menambahkan.
Bukannya tanpa alasan, ujar pria yang akrab disapa Menteng ini untuk terus ikut memantau perkembangan penyelidikan kasus multiyears Barsel. Berdasarkan beberapa informasi dan data yang mereka peroleh bahwa memang adanya dugaan kuat indikasi Tipikor yang terjadi didalam pelaksanaan tujuh paket proyek yang menelan biaya APBD mencapai Rp 300 miliar.
Sesuai data yang mereka peroleh, selain adanya dugaan maladministrasi dalam perencanaan dan penganggaran ketujuh paket proyek dengan skema pembiayaan selama tiga tahun anggaran itu, yakni tidak tercantumnya post anggaran multiyears dalam Peraturan Daerah (Perda) APBD, tapi hanya berdasarkan MoU antara pihak legislatif dan eksekutif saja.
Proyek tersebut juga diketahui sebagian besarnya dikerjakan oleh perusahaan-perusahaan yang dimiliki oleh dua orang saja alias diduga ada monopoli usaha. Menurut Menteng, ha ini patut dicurigai bahwa ada permainan antara oknum pejabat daerah dengan pihak kontraktor untuk mengarahkan agar proyek-proyek tersebut dimenangkan oleh perusahaan-perusahaan tertentu saja.
“Apalagi kalau melihat dari datanya, ada lima paket dari ketujuh paket proyek ini dikerjakan oleh perusahaan yang dimiliki dua orang saja. Itu patut dicurigai adanya indikasi bahwa ini proyek diarahkan dan dimonopoli,” ungkapnya.
Kini perkara dugaan Tipikor tersebut telah diambil alih Kejati Kalteng. Saat dimintai keterangannya, Kepala Kejati Kalteng, Adi Sutanto melalui Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum), H. Rustianto membenarkan hal itu.
“Perkara yang ditangani sebelumnya, dilakukan penyelidikan oleh Kejari Buntok, kemudian ditarik Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah, terkait proyek multi years yang ada di Buntok. Tapi prosesnya masih tingkat penyelidikan,” terangnya kepada awak media, Senin (16/9/2019).
Sementara itu, diakui oleh Rustianto bahwa terkait kapan mulai dilakukannya penyelidikan perkara tersebut oleh Kejati Kalteng, dirinya sendiri belum bisa memastikan.
“Ya, sejak mulai diperiksa ini, saya juga belum lihat surat perintahnya,” ucapnya.
Perkara dugaan Tipikor dalam pelaksanaan proyek berskema pembiayaan tahun jamak periode tahun 2018-2020 itu menelan biaya APBD Barsel sebesar Rp 300 miliar ini sendiri, sempat ditangani pihak Kejari Barsel.
Dalam proses penyelidikan perkara itu, sedikitnya 25 orang yang terdiri dari pejabat di lingkungan Satuan Organisasi Perangkat Daerah (SOPD) Pemkab Barsel, beberapa pimpinan DPRD Barsel dan kontraktor pemenang tender proyek diperiksa oleh penyidik Kejari sejak Senin (22/10/2018) lalu.
Dalam proses penyelidikan dan penyidikan, terungkap bahwa ditemukan adanya maladministrasi dalam perencanaan dan penganggaran ketujuh paket proyek tersebut.
Maladministrasi yang dimaksud, yakni tidak ditemukannya post anggaran untuk ketujuh paket proyek multiyears tersebut didalam Peraturan Daerah (Perda) tentang APBD Barsel Tahun Anggran 2018, namun pelelangan tetap dilakukan meskipun hanya berdasarkan MoU antara Legislatif dan Eksekutif saja. (Red)